KUMPULAN PUISI CHAIRIL ANWAR

terbelenggu

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

(1948)

Liberty,
Jilid 7, No 297,
1954

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai


Maju
Serbu
Serang
Terjang

(Februari 1943)
Budaya,
Th III, No. 8
Agustus 1954

DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

(1948)
Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957


Mulai kelam
belum buntu malam
kami masih berjaga
--Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang

Zaman Baru,
No. 11-12
20-30 Agustus 1957


Beta Pattiradjawane
jang didjaga datu datu
Tjuma satu

Beta Pattiradjawane
kikisan laut
berdarah laut

beta pattiradjawane
ketika lahir dibawakan
datu dajung sampan

beta pattiradjawane pendjaga hutan pala
beta api dipantai,siapa mendekat
tiga kali menjebut beta punja nama

dalam sunyi malam ganggang menari
menurut beta punya tifa
pohon pala, badan perawan djadi
hidup sampai pagi tiba

mari menari !
mari beria !
mari berlupa !

awas ! djangan bikin bea marah
beta bikin pala mati, gadis kaku
beta kirim datu-datu !

beta ada dimalam, ada disiang
irama ganggang dan api membakar pulau .......

beta pattiradjawane
jang didjaga datu-datu
tjuma satu


Aku berkaca

Ini muka penuh luka
Siapa punya ?

Kudengar seru menderu
dalam hatiku
Apa hanya angin lalu ?

Lagu lain pula
Menggelepar tengah malam buta

Ah.......!!

Segala menebal, segala mengental
Segala tak kukenal .............!!
Selamat tinggal ................!!

Dari: Deru Campur Debu


Rumahku dari unggun-unggun sajak
Kaca jernih dari segala nampak

Kulari dari gedung lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan

Kemah kudirikan ketika senjakala
Dipagi terbang entah kemana

Rumahku dari unggun-unggun sajak
Disini aku berbini dan beranak

Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
jika menagih yang satu

April 1943 


Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridhaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu di atas debu
Dan duka maha tuan tak bertahta.
`

Dialah, Miratlah, ketika mereka rebah,
menatap lama ke dalam pandangnya
coba memisah mata yang menantang
yang satu tajam dan jujur yang sebelah.

Ketawa diadukannya giginya pada mulut Chairil;
dan bertanya: Adakah, adakah
kau selalu mesra dan aku bagimu indah?
Mirat raba urut Chairil, raba dada
Dan tahulah dia kini, bisa katakan
dan tunjukkan dengan pasti di mana
menghidup jiwa, menghembus nyawa
Liang jiwa-nyawa saling berganti.
Dia rapatkan

Dirinya pada Chairil makin sehati;
hilang secepuh segan, hilang secepuh cemas
Hiduplah Mirat dan Chairil dengan dera,
menuntut tinggi tidak setapak berjarak
dengan mati

-di pegunungan 1943, ditulis 1949 


Kamar ini jadi sarang penghabisan
di malam yang hilang batas

Aku dan engkau hanya menjengkau
rakit hitam

'Kan terdamparkah
atau terserah
pada putaran hitam?

Matamu ungu membatu

Masih berdekapankah kami atau
mengikut juga bayangan itu

1946


Aku berada kembali. Banyak yang asing:
air mengalir tukar warna,kapal kapal,
elang-elang
serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;

rasa laut telah berubah dan kupunya wajah
juga disinari matari lain.

Hanya
Kelengangan tinggal tetap saja.
Lebih lengang aku di kelok-kelok jalan;
lebih lengang pula ketika berada antara
yang mengharap dan yang melepas.

Telinga kiri masih terpaling
ditarik gelisah yang sebentar-sebentar
seterang
guruh

1949
A K U
Chairil Anwar (26 Juli 1922 – 28 April 1949) adalah penyair yang termasuk ke dalam Angkatan 1945. Diperkirakan, Chairil sudah menulis 96 karya, termasuk 70 puisi pribadi. Blog ini adalah satu dari sekian banyak situs yang memuat karya-karyanya. Sederhana saja maksudnya. Supaya karya "Si Binatang Jalang" ini abadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SINOPSIS ANAK PERAWAN DISARANG PENYAMUN

Asiknya Belajar dan main di TBM-Rumah Baca Taka