TARAKAN DALAM HISTORY
LAPORAN PENELITIAN
MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN INDONESIA
"MENGENAL KEBUDAYAAN MASYARAKAT TIONGHOA DI TARAKAN"
OLEH :
FADIL SUMARWAN
MUHAMMAD AZNI
TEODORUS DEHO
JURUSAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmatNya lah kami bisa menyelesaikan laporan penelitian yang
berjudul “Mengenal Kebudayaan Masyarakat Tionghoa Di Tarakan”.
Terimakasih
kami hanturkan kepada dosen kami Bapak M.Thobroni, S.S, M.pd atas
kepercayaan yang sudah diberikan kepada kami untuk menyelesaikan laporan
ini yang berkaitan dengan mata kuliah Masyarakat dan Kebudayaan
Indonesia.
Tidak
lupa kami juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Suarno sebagai
narasumber kami yang berprofesi sebagai pengelola TOA PEK KONG (tempat
ibadah etnis Tionghoa) di Markoni atas kesediaannya berbagi informasi
seputar kebudayaan etnis Tionghoa yang ada di kota Tarakan.
Adapun
laporan penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan,maka dari itu
kami memohon maaf kepada pembaca dan kami juga sangat terbuka dengan
kritik dan saran dari pembaca.
Tarakan,08 Januari 2012
TIM PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945. Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:
“Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan
merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan
harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan
wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang
kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan
pembangunan yang berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud,
Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bai Masyarakat
Pendukukungnya, Semarang: P&K, 199”
Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional.
Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari
peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya,
asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah
kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak
kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa
bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas
bersama.
Lantas,bagaimana dengan masuknya kebudayaan asing di Indonesia? Salah
satunya kebudayaan Cina (Tionghoa). Suku bangsa Tionghoa (biasa disebut
Cina) di Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia. Biasanya mereka
menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu)
atau Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa Mandarin mereka disebut Tangren
(Orang Tang). Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang
Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari cina selatan yang menyebut
diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Cina utara menyebut diri
mereka sebagai orang Han.
Penelitian ini berdasarkan tugas dari mata kuliah Masyarakat dan
Kebudayaan Indonesia dan kami memfokuskan untuk meneliti kebudayaan Cina
yang ada di kota Tarakan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses awal mula masuknya suku atau etnis Tionghoa di kota tarakan ?
2. Apa saja yang dilakukan etnis Tionghoa di kota Tarakan, dalam artian pekerjaan?
3. Kebudayaan apa saja yang sekarang dikembangkan oleh etnis Tionghoa di Tarakan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengenal lebih dekat kebudayaan Tionghoa
yang ada di kota Tarakan. Selain itu, penelitian serupa masih sangat
minim.
D. Manfaat Penelitian
Semoga penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan bagi
Mahasiswa dan dosen yang akan melakukan penelitian lanjutan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebudayaan Tionghoa
Sejarah masuknya etnis Tionghoa di Tarakan dimulai sejak zaman VOC.
Pekerjaan mereka juga bermacam-macam. Ada yang sebagai buruh dan ada
juga yang sebagai pedagang. Coba perhatikan saja toko-toko yang berjejer
di tengah kota. Mayoritas toko-toko tersebut milik etnis Tionghoa. Itu
membuktikan bahwa mayoritas dari etnis Tionghoa berprofesi sebagai
pedagang. Mereka juga kebanyakan berasal dari keturunan Cina Selatan.
Kebudayaan khas yang berkembang di kota Tarakan adalah barongsai.
Kebudayaan ini diresmikan sejak tahun 2004 oleh walikota Tarakan pada
saat itu. Bahkan, kelompok Barongsai PSMTI (Paguyuban Sosial Marga
Tionghoa Indonesia) Kota Tarakan pernah menorehkan prestasi
Internasional secara beruntun. Pada tanggal 22-25 Juli 2010, mereka
mengikuti “Genting Highland 9th Internasional World Lion
Dance Championship 2010”, di Kuala Lumpur-Malaysia. Kejuaraan ini
diikuti 28 tim dari 16 negara dan berita bahagianya tim barongsai PSMTI
Tarakan berhasil masuk 10 besar tim terbaik. Dari hasil inilah mereka
berhak mengikuti ajang “World Internasional Free Style Championship”, di
Singapura sehari setelah ajang di Kuala Lumpur. Pada ajang gaya bebas
di Singapura inilah mereka berhasil mencuri juara ketiga. Pencapaian
yang luar biasa ditengah-tengah kelelahan yang melanda atlet-atlet
barongsai.
Untuk tempat ibadah etnis Tionghoa khususnya di kota Tarakan ada dua.
Bagi mereka yang menganut kepercayaan Budha mereka beribadah di Wihara
yang ada di gunung belah. Sedangkan bagi mereka yang menganut
kepercayaan Kong Hu Cu beribadah di Toa Pek Kong yang ada di Markoni.
Mereka beribadah sebulan dua kali yakni pada tanggal 1 dan 15.
Untuk ibadah etnis Tionghoa sendiri, ada beberapa perlengkapan yang
perlu disiapkan diantaranya lilin, dupa, lampu minyak dan kertas.
Menurut kepercayaan mereka lilin dan lampu minyak dianggap sebagai
penerang, dupa dianggap sebagai keinginan dari ritual dan kertas
dianggap sebagai pengganti uang.
Di etnis Tionghoa sendiri terdapat kurang lebih 100 marga. Untuk sukunya didominasi oleh suku Han,Sitio dan Tan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa budaya
Cina yang dibawa oleh etnis Tionghoa sudah menyatu dengan kebudayaan
lokal. Masyarakatnya sendiri dapat hidup berdampingan dan saling
menghormati satu sama lain. Bahkan mereka juga mampu berprestasi dan
mengharumkan nama Indonesia di pentas Internasional.
B. Saran
Di kota Tarakan masih belum ada gedung atau gor yang khusus untuk
pertunjukkan kesenian. Jika gedung tersebut ada, niscaya akan banyak
pertunjukkan seni dan budaya baik itu dari suku lokal maupun dari etnis
Tionghoa.
DAFTAR PUSTAKA
http://lupuzz.blogspot.com/2010/07/lelah-malah-juara.html
Komentar
Posting Komentar